Membedah Cara Berpikir Anti Multikultural Yusril Ihza Mahendra

· | JOE HOO GI | 14/03/2016
Membedah Cara berpikir Anti Multikultural Yusril Ihza MahendraJika kita mengikuti jejak cara pandang berpikir anti multikultural Yusril Ihza Mahendra maka Indonesia yang multikultural tidak patut dibangun candi dan vihara mengingat bangunan ritual bersejarah adalah milik penganut keyakinan non muslim.

JOEHOOGI.COM - Prof.Dr.Yusril Ihza Mahendra,SH.MSc konon disebut pakar Hukum Tata Negara, bergelar sebagai Datuk Maharajo Palinduang punya pernyataan sikap berpikir anti multikultural yang telah disampaikan pada acara Seminar Nasional di Auditorium Djokosoetono Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada hari Kamis tanggal 20 November 2015, Pemimpin harus orang Islam. Mereka non muslim yang tinggal di bumi Pertiwi ini tidak pernah ikut berjuang melawan penjajah. Untuk itu non muslim tidak boleh menjadi Presiden bahkan tidak boleh punya Hak Milik atas Tanah Indonesia. 

Jika kita mengikuti jejak cara pandang berpikir anti multikultural Yusril Ihza Mahendra maka Indonesia yang multikultural tidak patut dibangun candi dan vihara mengingat bangunan ritual bersejarah: Candi Pringapus di Temanggung, Candi Gedong Songo di Ambarawa, Candi Sukuh di Karanganyar, Candi Cangkuang di Garut, Candi Prambanan di Sleman, Candi Borobudur dan Mendut di Magelang, vihara Kwan Sing Bio di Tuban, vihara Tay Kak Sie di Semarang, vihara Soei Goeat Kiang di Palembang, vihara Xian Ma di Makassar, vihara Hok Tek Hian di Surabaya, vihara Cu An Kiong di Lasem, vihara Surga Neraka di Singkawang adalah bangunan ritual bersejarah milik penganut keyakinan non muslim. 

Jika kita mengikuti jejak cara pandang berpikir anti multikultural Yusril Ihza Mahendra maka bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya tidak akan mungkin menjadi penerapan mengingat para tokoh pejuang: Patih Gajah Mada, Christina Martha Tiahahu,Untung Surapati, Kolonel I Gusti Ngurah Rai,I Gusti Ketut Jelantik, MGR.Albertus Soegijapranata,SJ, Thomas Matulessy alias Pattimura, Laksamana Muda John Lie Tjeng Tjoan, Laksamana Madya Yosaphat Soedarso, Robert Wolter Monginsidi, Letnan Jenderal Tahi Bonar Simantupang, Lambertus Nicodemus Palar,Frans Kaisiepo,Marthen Indey,Dr.Johannnes Leimena,Mayor Johannes Abraham Dimara,Silas Papare, Dr.Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, Marsekal Muda Agustinus Adisutjipto, Wage Rudolf Soepratman,Prof.Dr.Ir.Herman Johannes,Mayor Jenderal Donald Isaac Panjaitan,Kapten Pierre Andreas Tendean,Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Rijadi adalah para anak bangsa Indonesia yang menganut keyakinan non muslim. 

Jika kita mengikuti jejak cara pandang berpikir anti multikultural Yusril Ihza Mahendra maka semboyan Bhinneka Tunggal Ika tidak pantas dijadikan sebagai semboyan Negara sebab kosa kata Bhinneka Tunggal Ika mencuplik dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular sang pujangga ternama yang non muslim yang hidup pada abad 14 ketika kerajaan Majapahit diperintah oleh raja Hayam Wuruk yang non muslim sehingga tujuan dari semboyannya akan memberi ruang toleransi kepada para anak bangsa Indonesia yang non muslim. 

Jika kita mengikuti jejak cara pandang berpikir anti multikultural Yusril Ihza Mahendra maka lagu Indonesia Raya tidak pantas dijadikan sebagai lagu wajib Nasional sebab lagu Indonesia Raya yang konon dipublikasikan pertamakali oleh koran Sin Po yang non muslim merupakan lagu ciptaan Wage Rudolf Soepratman sang komponis yang non muslim. 

Jika kita mengikuti jejak cara pandang berpikir anti multikultural Yusril Ihza Mahendra maka Undang-Undang Dasar 1945 tidak pantas dijadikan konstitusi negara sebab di BPUPKI yang merumuskan UUD 1945 terdapat para tokoh non muslim seperti: Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw dan Yap Tjwan Bing.
Follow JOE HOO GI







Baca Lainnya

    Artikel Terkait