Merajut Kebangsaan Bersama Aliansi Bela Garuda

· | JOE HOO GI | 06/06/2017
Merajut Kebangsaan Bersama Aliansi Bela GarudaDari kondisi corat-marutnya nilai Kebangsaan menjadi dasar terwujudnya keprihatinan bersama berbagai elemen anak bangsa di Yogyakarta untuk membentuk Aliansi Bela Garuda sebagai wadah berserikat dan berkumpul

JOEHOOGI.COM - Meskipun Pancasila sebagai Azas Negara sudah berusia 72 tahun dan sudah menjadi Konsensus Nasional sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara, tapi kenyataan yang terjadi hingga sampai hari ini ketika usia Reformasi berusia 19 tahun mendadak ada keinginan masif dari sebagian anak bangsa sendiri yang telah mengalami distorsi dan krisis kebangsaan yang lambat-laun jika perjuangan wacana mereka terus-menerus menggerus dalam pembiaran maka cepat atau lambat pasti akan menggurita sehingga dirasakan sangat mengancam Indonesia sebagai Negara Kesatuan yang multikultural.

Betapapun Indonesia sebagai Negara Kesatuan multikultural yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang beraneka ragam budaya, etnik, ras, bahasa, agama dan kepercayaan akan sulit mengalami potensi perpecahan jika semua komponen anak bangsa tanpa terkecuali dapat menerima  kebersamaan dalam  perbedaan adalah bagian dari rahmatan lil'alamin. 

Tanpa  kesepakatan untuk dapat memahami kebersamaan dalam perbedaan adalah bagian dari rahmatan lil'alamin, maka jangan harap  Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi Semboyan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat surviveDibutuhkan kearifan bersama dari semua komponen anak bangsa tanpa terkecuali untuk turut menjaga dan merawat Kebhinnekaan  dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Munculnya pemahaman keyakinan dari sebagian anak bangsa sendiri yang diimplementasikan secara masif radikal melalui berbagai organisasi masyarakat dan media dakwah yang intinya selalu mengkritisi perbedaan di luar pemahaman keyakinannya bukan bagian dari rahmatan lil'alamintampaknya akhir-akhir ini sungguh memprihatinkan semua elemen masyarakat yang masih memiliki kepedulian kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia betapa kebersamaan dalam perbedaan adalah bagian dari rahmatan lil'alamin. 


Di satu sisi kita terus berkomitmen sebagai bangsa untuk tetap terus menjaga dan merawat keutuhan  Negara Kesatuan Republik Indonesia agar tetap survive dengan tetap memandang kebersamaan dalam perbedaan adalah bagian dari rahmatan lil'alamintapi di sisi lain masih ada sebagian dari anak bangsa sendiri yang berupaya menganggap kebersamaan dalam perbedaan bukanlah bagian dari rahmatan lil'alamin.

Setiap manusia lahir ke dunia kehidupan ini tidak dapat meminta dan mengetahui kelak mereka lahir dalam budaya, etnik, rasbahasa, agama dan kepercayaan sebagai apakah yang bakal akan disandangnya sebab persoalan ini sudah masuk ke wilayah Takdir dari Rahasia Illahi. 

Setiap manusia dalam satu kelompok pasti memiliki keberagaman  budaya, etnik, rasbahasa, agama dan kepercayaan yang sudah diperoleh sejak manusia lahir sehingga perbedaan yang tercipta dari Takdir Rahasia Illahi inilah merupakan bagian dari rahmatan lil'alamin yang suka tidak suka wajib diterima dan disyukuri.

Kondisi yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini ada sebagian dari sekelompok anak bangsa sendiri yang mencoba untuk mengimplementasikan budaya, etnik, rasbahasa, agama dan kepercayaannya yang paling superior dan ingin mau paling benar sendiri dengan menabur segala kebenciannya  kepada perbedaan budaya, etnik, rasbahasa, agama dan kepercayaan yang lain sebagai inferior  dengan istilah sebutan seperti  musyrik, haram, kufur, fasiq, munafiq, thoghut, bid'ah, jahiliyah dan kafir. 

Jika kondisi masif ini terus dalam pembiaran Negara dan sementara gerakan mereka terus menggurita maka cepat atau lambat Negara Kesatuan Republik Indonesia akan sangat berpotensi menuju perpecahan.

Ide pendirian Negara Daulah Khilafah oleh Hizbut Tahir Indonesia (HTI) yang notabene ide Daulah Khilafah ini ditolak sebagai pemahaman yang sesat dan radikal di negara-negara Islam seperti  Malaysia, Brunai Darussalam, Yaman, Tunisia, Maroko, Turki, Arab Saudi, Mesir, Pakistan, Lebanon, Bangladesh, Yordania, Irak, Suriah, Kyrgystan, Tajikistan, Kazakhstan, Uzbekistan dan masih banyak yang lainnya tapi justru telah memberanikan diri secara masif untuk terus bergerak di segala lini kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang notabene sebagai Negara Kesatuan yang multikultural. Gerakan mereka sudah memasuki media dakwah, pendidikan, organisasi masyarakat dan partai politik. Islam Sebagai Agama Mayoritas telah dijadikan jargon utama untuk target akhir tujuan Daulah Khilafah.  

Dari kondisi corat-marutnya nilai Kebangsaan inilah yang telah menjadi dasar terwujudnya keprihatinan bersama dari berbagai elemen anak bangsa di Jogjakarta yang notabene memiliki keaneka-ragaman  budaya, etnik, ras, bahasa, agama dan kepercayaan yang terkumpul dalam Aliansi Bela Garuda (ABG) sebagai wadah berserikat dan berkumpul. 
 
Sebagai notabene di sini, sebelum ABG berdiri sebagai ormas, pada awalnya ABG terbentuk dari sebuah nama WhatsApp Group (WAG) yang merupakan kumpulan dari kawan-kawan di Jogjakarta yang mempunyai komitmen kepedulian yang sama terhadap terwujudnya 4 Pilar Kebangsaan: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.

Konklusinya terbentuknya  ABG tiada lain bertujuan menolak dan melawan melalui jalur konstitusi segala pemahaman keyakinan yang akan menggerus nilai-nilai dari 4 Pilar Kebangsaan. Sebab dengan 4 Pilar Kebangsaan inilah menjadi modal Kebangsaan betapa  kebersamaan dalam perbedaan adalah bagian dari rahmatan lil'alamin.
Follow JOE HOO GI








Baca Lainnya

    Artikel Terkait