Hate Speech, Bullying dan Hoax Bukan Bagian Kebebasan Berpendapat

· | JOE HOO GI | 20/08/2017
Hate Speech, Bullying dan Hoax Bukan Bagian Kebebasan BerpendapatJika mereka tidak suka dengan pemerintah sekarang mengapa tidak disampaikan melalui argumentasi dan akurasi pendapat ilmiah yang justru akan menambah nilai respon positif dari publik?

JOEHOOGI.COM - Semakin mendekati pilpres 2019, maka semakin banyak black campaign  yang dilakukan oleh pihak yang berseberangan dengan pemerintah sekarang. 

Satu-satunya cara ampuh untuk melakukan black campaign di era cyber world seperti sekarang ini tiada lain melalui  social media yang jangkauannya sangat-sangat luas tanpa batasan ruang dan waktu. 

Oleh karena itu tidak heran mengapa semakin banyak saja  users/admins/pemilik accounts sosmed dan melakukan hate speech, bulling dan hoax  berupa tulisan, gambar dan video yang modus operandinya tiada lain sebagai black campaign untuk persiapan sebelum pilpres 2019?

Jika saya mengamati para pihak admins atau pemilik accounts sosmed, meskipun antara satu dengan lainnya ada kemungkinan dalam satu jaringan mengingat tujuan yang ingin dicapai melalui hate speech, bullying dan hoax -nya memiliki kemiripan yang sama, yaitu target tidak terlepas dari tiga korban saja, Presiden RI Joko Widodo, Kapolri Tito Karnavian dan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Boleh jadi para users/admins /pemilik accounts  sosmed tidak saling mengenal tetapi pucuk pimpinan donasi dalam jaringannya tetap saja sama. 

Mereka berani melakukan hate speech, bullying dan hoax tentunya dengan dua pertimbangan: pertama, ada donasi dari sponsor, meski jumlah donasi antara satu dengan lainnya tidak bisa sama dan relatif. Kedua, mereka berpikir dengan melempar batu sembunyi tangan tentunya cara aman untuk melakukan hate speech, bullying dan hoax. Kalau tempo doeloe sebelum memasuki cyber world telah dikenal dengan istilah pamflet atau selebaran gelap.

Pertimbangan pertama, saya pikir bisa mudah dan sulit untuk membuktikannya sejujurnya siapakah yang memberikan donasi kepada pihak-pihak yang melakukan hate speech, bullying dan hoax. Saya katakan tidak sulit jika semua pelaku dalam sebuah pengelolaan jaringan yang sama. Jadi mereka yang terlibat dalam kejahatan hate speech, bullying dan hoax merupakan anggota dari jaringan yang sama.

Sebaliknya saya katakan sulit jika antara para pelaku memang tidak saling mengenal, meskipun masing-masing para pelaku mau berbuat kejahatan hate speech, bullying dan hoax karena ada order yang akan membayarnya, tetapi para pelaku tidak diperkenankan tahu siapakah donasi jaringan yang telah membayarnya, apa lagi untuk pemberian donasi ini sifatnya tidak mengikat, bukan anjuran dan tidak tertulis. 

Ibarat seorang anak yang penurut tentunya dampak dari konsekuanesi logis betapa orangtuanya akan memanjakannya, meski tidak ada pembuktian berupa perikatan tertulis bahwa apa yang dilakukan oleh si anak tersebut merupakan anjuran dari orangtuanya.

Pertimbangan ke dua, inilah yang menjadi pembahasan saya di sini. Lempar batu sembunyi tangan, inilah sifat kepengecutan dari para users/admins/pemilik accounts sosmed yang tujuannya bersosmed untuk tujuan menyebarkan hate speech, bullying dan hoax

Mereka pikir, dengan semakin banyaknya  users/admins/ pemilik accounts  sosmed melakukan hate speech, bullying dan hoax, maka membuktikan betapa semakin banyak saja rakyat tidak menyukai pemerintah sekarang. Tapi mereka lupa betapa hate speech, bullying dan hoax merupakan perilaku anarkisme yang tidak terpuji dan jauh dari perilaku berdemokrasi yang sehat. 

Jika mereka tidak suka dengan pemerintah sekarang mengapa tidak disampaikan melalui argumentasi dan akurasi pendapat ilmiah yang justru akan menambah nilai respon positif dari publik?

Lempar batu sembunyi tangan dalam ranah cyber world tentunya hanya dapat dilakukan oleh pihak yang memiliki skill analisa kode dan elemen pemrograman dan security web yang menajdi acuan hacker dalam melakukan defacement. Tapi anehnya dalam sejarah hacktivist belum pernah hacker melakukan hate speech, bullying dan hoax

Mereka yang melakukan hate speech, bullying dan hoax tentunya mereka yang punya keterbatasan dan tidak paham skill information technology

Ilustrasinya seperti ini, seorang pencuri yang piawai tentunya tidak berkoar-koar kalau dirinya seorang pencuri, dan kalau perlu dia bisa berpoles sedemikian rupa betapa dia sejujurnya seorang yang baik. Tapi pencuri yang ceroboh dan konyol, jika dia berkoar-koar di depan publik kalau sejatinya dia pencuri yang sulit tindakannya disentuh oleh hukum.


Para pelaku pelempar batu sembunyi tangan yang biasa dilakukan oleh users/admins/pemilik  accounts sosmed yang melakukan hate speech, bullying dan hoax tidak menyadari kalau di atas langit masih ada langit. 

Apa pun licinnya mereka berbuat, meskipun mereka sudah berupaya menutup akses identitas jati dirinya yang sebenarnya dan melakukan segala tipu daya melalui anonimnya tentunya masih ada pihak lain yang bisa mengetahui atau membuka hidden map identitas jati diri mereka. 

Sesungguhnya banyak celah yang tak diduga untuk mengetahui hidden map identitas jati diri users /admins/ pemilik  accounts sosmed yang sebenarnya. Jejak forensik digital tentunya akan menguliti semua kepemilikan accounts yang diduga melakukan kejahatan hate speech, bullying dan hoax.

Mengenai cybertrail tentunya dapat diketahui email, password, IP user, nomer handphone dan sistem ID/IMEI perangkat yang digunakan tentunya dijadikan celah untuk dapat membuka signal map identitas dari jati diri user yang sebenarnya berasal dari mana. Ini yang tidak diketahui mereka yang selalu melakukan kejahatan hate speech, bullying dan hoax.

Semoga tulisan ini sangat bermanfaat dan dijadikan pembelajaran betapa tindakan hate speech, bullying dan hoax adalah perilaku anarkis yang merusak kemartabatan budaya demokrasi dan agama. Sebab bagaimana pun meski hate speech, bullying dan hoax bukanlah bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh undang-undang. 


Jadi mulai sekarang stop hate speech, bullying dan hoax. Tindakan yang dilindungi undang-undang sebagai bagian kebebasan menyampaikan pendapat yang penyampaian pendapatnya dilakukan dengan cara-cara santun yang lebih bermartabat misalnya melalui argumentasi yang disertai data-data ilmiah jika anda kebetulan berseberangan dan tidak suka dengan kebijakan pemerintah sekarang.Follow JOE HOO GI








Baca Lainnya

    Artikel Terkait